Keraton yang berasal dari salah satu bahasa daerah memiliki arti sebagai istana raja, walaupun pengertian "raja" dalam kenyatannya dapat merepresentasikan pemimpin-pemimpin negara lama dengan berbagai sebutannya, seperti ; raja, ratu, datu, sunan, dan sangaji.
Pada jaman sekarang ini banyak istana raja-raja lama yang ditinggalkan oleh penghuni aslinya, yaitu keluarga raja. Hingga segala kegiatan termasuk kesenian sudah tentu berhenti.
Diantara istana-istana raja dari masa lalu yang pa;ing kuat menjalankan perannya sebagai warisan keseniannya, khususnya tari adalah keraton Yogyakarta. Keraton yogyakarta selalu menyelenggarakan latihan-latihan secara teratur dan berkala (mingguan) yang dibuka secara umum untuk ditonton oleh para pengunjungnya.
Keraton Yogyakarta hingga sekarang ini masih menjaga dan menjalankan acara tahunan sepeti Sekatenan, yang intinya bersifat relegious-magis dan terkait dengan upaya pelestarian kewibawaan raja. Keraton Yogyakarta bersama rekanan dalam hal acara ini diselenggarakan dengan penekanan yang lebih cenderung dialihkan kepada pemberian hiburan kepada rakyat melalui unsur "pasar malam"-nya.
Hampir setiap artikel yang penulis dapatkan dari media dan daftar pustaka mengenai keraton Yogyakarta, dan dari hasil perbincangan penulis dengan para penduduk serta abdi dalem keraton Yogyakarta. Kiat pelestarian yang di lakukan pada masa Hamengkubuwana IX, yang sejalan dengan dukungannya beliau kepada negara Republik Indonesia untuk pelaksaan upacara tradisional Sekatenan, sedikit menggeser fungsi yang merupakan bagian dari kebijakan Sultan Yogyakarta terdahulu sebelum beliau.
Hal ini sebagai upaya Sultan Hamengkubuwana IX untuk melakukan "demokratisasi" dalam upaya mendorong agar masyarakat luasdapat ikut berpartisipasi, dan tidak hanya terbatas pada penghuni keraton saja untuk bergiat dalam kesenian yang telah terbina di Keraton Yogyakarta.
Upaya ini sebagai upaya nyata dalam merangsang kreativitas seni melalui penciptaan genre tari baru yang dinamakan "Beksan Golek Menak", dengan melibatkan narasumber dari luar kalangan keraton, antara lain mengenai pencak silat Minangkabau.
Pemimpin tradisional ( Hamengkubuwana IX ) yang mengambil bagian dalam kepemimpinan modern dengan berjuang untuk kepentingan negara Republik Inonesia tersebut mendorong perluasan penggunaan upacara pengantin gaya (keraton) Yogyakarta ke masyarakat luas, sekaligus juga melakukan penyederhanaan atas upacara yang dilakukan di keraton sendiri. (Sumber : tesis Jenny Siregar, program pascasarjana Sejarah UI, 2002).
Dari pengalaman penulis menelusuri berbagai khasanah budaya Indonesia , terutama yang berupa kesenian dan tekhnologi tradisional, yang semula dibina di dalam kalangan istana-istana raja, apabila hal ini mememang memiliki keunggulan tersendiri tentulah hal ini harus dilestasikan kelangsungan kehidupannya.
Kalaupun lokus istana-istana hendak dijadikan pusat pengembangan budaya, khususnya kesenian, tenaga-tenaga penggerak dan pelaksananya tentulah perlu disesuaikan dengan tuntutan tugasnya. Dengan upaya serta kerja keras dalam satu tujuan pelestarian kebuadayaan tradisional akan tetap menajadi sebuah aset bangsa yang tidak ternilai harganya. Dan hal inilah yang dapat menjadi motor pengerak perekonomian masyarkat menengah kebawah disetiap daerah.
Bila setiap daerah yang ada di Indonesia dapat mengoptimalkan pembanguan budaya kesenian tradisional, mungkin negeri ini akan menjadi negara nomor satu sebagai penghasil devisa pariwisata. Dan kita akan merasakan kekurangan tenaga kerja. Karena setiap lini perekonomian masyarakat akan bergerak serentak dengan memacu kreativitas-kreativitas yang inovativ.
Artikel ini disajikan dari beberapa sumber daftar pustaka dan pengamalaman pribadi penulis dalam berkomunikasi dengan beberapa tokoh abdi dalem keraton Yogyakarta dan masyarakat Yogyakarta. Semoga kita akan mendapat manfaatnya.
Sumber : ejawantahnews.blogspot.com
Keraton Yogya Istana Raja Di Masa Modern
4/
5
Oleh
rasarab