Rabu, 08 Februari 2017

Maaf, Kami Tak Rela Sultan Kami Diapusi


"Walikota bicara akan selesai dua tahun dan tidak ada lagi, namun teken terus. Saya sudah ingatkan berkali-kali karena kewenangan di tingkat dua, susah juga kan kalau satu pihak ingin namun pihak lain tak ingin, aku diapusi," HBX
Di beberapa pemberitaan media hari ini menkisahkan langit gelap di DI Yogyakarta lantaran babakan baru soal pengkhiatan dan penipuan yang dialami seorang Gubernur. Gubernur DIY Sri Sultan HB X mencurahkan rasa kecewanya lantaran merasa ditipu terkait perizinan pendirian hotel dan apartemen di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman beberapa waktu terakhir ini. Sultan mengaku ditipu oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman terkait perizinan pembangunan hotel dan apartemen di dua wilayah tersebut. Dengan nada setengah marah  beliau mengatakan: "Walikota bicara akan selesai dua tahun dan tidak ada lagi, namun teken terus. Saya sudah ingatkan berkali-kali karena kewenangan di tingkat dua, susah juga kan kalau satu pihak ingin namun pihak lain tak ingin, aku diapusi," tandasnya.
Kadang terasa menggembirakan jika daerah istimewa setingkat Propinsi yaitu DI Yogyakarta menjadi propinsi "Terbaik" 2016 dalam urusan keberhasilan melakukan reformasi birokrasi. Tatapi jika ini hanya apus-apusan (manipulasi) maka kami tidak rela karena berarti Sultan kami alias gubernur kami diapusi (dibohongi). Maka kami juga sedih dan setengah marah, karena ini juga membohongi warga ngayogyokarto hadiningrat yang baik dan telah berbuat banyak untuk negeri ini. Termasukl, sekarang sebagian rakyat jogja ingin memukul mundur kapitalisme jahat serakah yang menyamar sebagai toko-modern berjejaring. Orang Jogja menolak pasar mopodern yang ekspansif dan akan memilih belanja di warung tetangga. Sangatlah mulia pikiran ini. Jadi, kami sangat marah kalau warga istimewa ini diapusi oleh statistik ala kemenpan. 
Tulisan ini adalah bagian dari permohonan klarifikasi atas pihak yang suka ngapusi Sultan dan juga ngapusi rakyat Yogyakarta perihal angka dan juga perizinan hotel dan swalayan modern berjejaring. Kalaupun rakyat dan warga jogja yang dihapusi kami masih memaklumi, tetapi kami akan mengutuk siapa saja yang ngapusi pemimpin, sultan kami. Kami mencari tahu, siapa suka berbohong akan kualat sendiri. 
Kebohongan perizinan Hotel.
Serangan Ora umum gambar atas izin pendesain Dwiyoga RAGS
Menanggapi pertanyaan seorang netizen tantang peran Gubernur dalam pemberian ijin hotel-hotel tersebut, Sultan menyatakan bahwa di era Otonomi Daerah, provinsi tidak memiliki wewenang dalam mengambil keputusan terkait perijinan.
“Saya sebagai Gubernur hanya punya wewenang ngurusi koperasi dan UMKM, kalau investor besar berbentuk PT, masuknya dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat karena urusan pajak, termasuk ijin mendirikan hotel. Soal IMB dan HO (ijin gangguan) adanya di kota/kabupaten,” tegas Sultan.Dalam kesempatan itu, Sultan juga menjelaskan persoalan yang muncul di tingkat eksekutif terkait dengan tata kelola lingkungan. Menurut Sultan, peta tata ruang yang diajukan oleh kabupaten/kota, banyak menyisakan ruang kosong. Dan ruang kosong itu sewaktu-waktu bisa diubah menjadi hotel ataupun pusat perbelanjaan. 
Tak hanya itu, Sultan juga mengatakan jika ia beberapa kali telah mengundang pejabat terkait untuk meminta penghentian perizinan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. "Saya sudah bilang meminta berhenti, tapi ya seharusnya izin 32 jadi 67 sampai sekarang," keluh Sultan.Sebagai Gubernur DIY, Sultan juga mengatakan telah mendatangi Badan Kebijaksanaan Perumahan Nasional (BKPN)Pusat untuk mencari tahu perihal adanya perizinan di dua wilayah ini. "Saya bilang harus ditutup, tapi ternyata berjalan terus berarti kan saya dikibulin, ditipu," sambil agak kesal.
Sultan mengingatkan pada para pejabat publik yang baru saja dilantik beberapa waktu lalu untuk mengemban tugas menjaga lingkungan termasuk diantaranya penataan lahan hijau. "Harusnya pejabat publik sudah sadar dari awal, itu yang harus diperhatikan,..." Ini cuplikan beritanya. Entah benar entah salah, bisa juga ini media yang bohong. Sesama ahli apus jangan sensi.
Respon atas pemberitaan ini banyak yang miring bahkan ada yang dengan kekonyolannya menyebar #akudiapusi. Salah satu respon muncul bahwa ini adalah semacam kongkalikong mencari kambing hitam, ada juga menyasar bahwa kraton adalah bagian dari bisnis hotel, mall, dan apartemen. Orang sudah lama teriak soal jogja ilang istimewane, kebak dan jembar hotelle. Itau sudah bertahun silam diteriakkan. Kraton bergeming tak peduli. Banyak orang menolak hotel, tak ada wakil kraton ikut gambul meneriakkan kerusakan lingkungan. Ada gerakan jogja asat, jogja oradidol, gerakan membunuh jogja, urban literacy campaig, dan juga terakhir sabda rakyat jogja yang menolak jogja banjir swalayan. Inilah keanehan yang perlu ditabayyunkan. Gubenur bukan raja, jadi bicara haruslah jelas bukan gaya seprapat tamat seperti sultan. Ini bedanya sultan sebagai kekuasaan adat dan gubeenur sebagai jabatan publik. Sibuk mencari pembenar gubernur perempuan, malah kapusan. Kami sedih sultan kami diapusi.
Kebohongan kejuaraan Kemenpan
Awalnya tulisan INI disematkan judul "Pantaskah Jogjakarta No.1" di republik ini sebagai penanda bahWa ada progresifitas menakjubkan dari outcome pembangunan selama Lima tahun Terakhir. Skor yang mengejutkan tapi juga Biasa Biasa saja sebab Sudah sering DIY menyandang angka angka terbaik atau Papan atas misal IDI, IGI, dan Terakhir capaian reformasi birokrasi semester pertama tahun 2016 INI.
Di tengah keresahan publik yang sangat mendalam INI justru Skor INI terasa hampa. Di tengah ketidakgembiraan masyarakat kefanaan angka angka ini terasa kuat. Warga Yogyakarta tidak sidang baik baik saja ( we are not fine) angka hanyalah angka, adalah simulakra atau sejenis hiperialitas.
Angka bisa menipu atau misleading bagI Suatu pembangunan sebagaimana buku how to lie with statistica yang sangat terkenal tahun 2001 lalu di dunia akademik. Sebagai respon banyak ilmuwan seoerti amartya sen, stiglitzs menyangsikan angka angka dalam praktik kehidupan. Saya Setuju, statistik adalah politik Pencitraan atau sebagaI bisnis manipulatif yang dipaksa diakui~Sisi lain, Tak berartI bagi sebagian Besar rakyat.
DIY INI terkesan bekerja untuk memenuhi laporan akuntabilitas samPai setengah dewa upayanya. Saya menyaksikan. Tetapi lemah untuk urusan program terkait Hidup Dan mati rakyant Jogja. Bisa Dilihat, lapangan Kerja yang sangat Tak.memadai, angka kemiskinan DIY diatas 14%. Ditambah lagi Keamanan juga menurun di Jogja, anehnya indeks demokrasi 2014 cukup tinggi, Naik sangat signifikan.
Fananya angka juara kali ini adalah kado terburuk di bulan februari ini. Karena dengan persembahan ini kami semakin tak percaya akan adanya suatu yang disebut perkembangan, suatu yang disebuy inovasi karena kesulitan menemukan di mana letak reformasi sehingga layak diganjar penghargaan terbaik se jagat Indonesia.
Soal DIY, seorang birokrat muda di Yogyakarta Punya pendapat bahwa "capaian di atas adalah capaian yang fana, di tengah indeks gini (indikator ketimpangan per kapita) dan indeks williamson (indeks ketimpangan antar spasial/wilayah) yang kian menganga." Tidak cukup ITU, ia Bilang bahwa kejuaraan inI disadari betul oleh sebagian besar birokrat yang waras bahwa angka INI adalah sejenis fatamorgana. Sangat fana. Semakin dibuat terbaik, semakin Besar kesenjangan Antara imajinasi angka dengan kenyataan. 
Akhirnya tulisan ini kami tutup bahwa, negeri mulia hadiningrat ini telah diapusi banyak pihak sehingga kami membenarkan apa yang telah ditulis Profesor Sunyoto bahwa ini semua disebabkan negeri adat ini kehilangan kendali kepemimpinan. Beliau menuliskan dengan agak marah: 
"...Indonesia itu kan negera yang bebas sebebas-bebasnya, tidak ada yang ngontrol. Sebenarnya kalau pemerintah daerahnya tahu itukan sudah ada peruntukan ruang, tata ruang. seluruh Indonesia, propinsi, Kabupaten, Kota, itu sudah ada tata ruangnya. ada tata peruntukan ruang. dikontrol dari situ saja sudah selesai. Tetapi siapa yang bisa ngontrol, negara Ngayogyokarto Hadiningrat saja gak bisa ngontrol, hotel seenaknya saja dibangun, (Red:juga toko modern berjejaring). Rumah-rumah berpagar di YOgyakarta sudah 52 titik. Ini sudah darurat ruang. Kontrol memang tidak jalan. " (Prof Sunyoto Usman, Sosiolog UGM dimuat di SM edisi 16-19 Februari 2016)
Rakyat jogja adalah rakyat baik, saatnya kita angkat sultan sebagai pemimpin mulia yang tak bisa diapusi. Katakan kami kawula mataram menolak sultan kami #diapusi. Sekian. Kompasiana

Related Posts

Maaf, Kami Tak Rela Sultan Kami Diapusi
4/ 5
Oleh